Jumat, 19 Juni 2015

PENGARUH ISLAMISASI DI DESA SOKARAJA LOR KECAMATAN SOKARAJA
SEBAGAI PUSATNYA “NAHDLATUL ‘ULAMA”

A.    Letak Geografis Kecamatan Sokaraja
            Sokaraja merupakan sebuah kota kecil, letak geografisnya sekitar 9 km dari arah tenggara kota Purwokerto, Banyumas. Orang mengenal kota ini sebagai pusat jajanan khas Banyumasan seperti misalnya kripik tempe dan getuk goreng asli sokaraja Haji Thohirin hasil karya bapak Sanpirngad pada tahun 1918. Sokaraja dibelah oleh aliran sungai (Kali Pelus) tepat ditengah, yang memisahkan kota ini menjadi wilayah utara (Sokaraja Lor), wilayah selatan (Sokaraja Kidul), wilayah timur (Sokaraja Wetan), wilayah barat (Sokaraja Kulon) dan wilayah kawasan getuk goreng itu masuknya desa (Sokaraja Tengah).
            Tak luput dari kota jajanan khas Banyumasan, menurut penuturan dari bapak Camat Sokaraja Drs. Muhammad Najib, Sokaraja dari dulu sampai sekarang orang mengenal kota ini sebagai kota santri. Kota kecil berpenduduk lebih dari 22 ribu seluas kurang lebih 831 hektar ini mempunyai banyak pesantren, diantaranya 5 berada di desa Sokaraja Lor, 3 berada di desa Sokaraja Kulon dan 1 berada di desa Sokaraja Tengah.
            Sokaraja adalah santrinya Banyumas. Sebab, hampir seluruh Kyai di Banyumas berasal dari wilayah Sokaraja. Predikat sebagai kota santri untuk Sokaraja juga berasal dari ketokohan kyai-kyai itu sendiri. Sokaraja menjadi tempat tinggal beberapa Kyai generasi pertama di Banyumas yang mendapatkan pendidikannya dari pesantren-pesantren tua ternama seperti dari Bangkalan, Lasem, Arabia, Tegalrejo dan lain sebagainya. Di samping itu, Sokaraja melahirkan Kyai dari yang politis, ahli fiqh dan utamanya tarekat yang ada di desa Sokaraja Lor. Dari semua itu, banyak orang yang mengetahui dari keberadaan KH. Saifudin Zuhri (Pakdhe KH. Saeful Anwar atau yang lebih dikenal dengan nama Abah Ipung) bahwa Kyai tersebut tidak ada yang menyamainya yang pernah menduduki menjadi Ketua Kementerian Agama era Soekarno akhir.
B.     Letak Geografis Desa Sokaraja Lor
Menurut data yang saya ambil dari Bapak Mohammad Jalaludin (adik sepupu dari Almarhum Romo KH. Imam Munchasir M.Sc-selaku Rais Syuriyah NU Kabupaten Banyumas) selaku Kepala Desa di desa Sokaraja Lor, Sokaraja Lor secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah, dengan seluas wilayahnya 155,5 hektar, 76,5 % merupakan sawah pertanian yang cukup subur. Terbagi dalam 2 (dua) wilayah Dusun, 4 RW dan 17 RT. Secara umum merupakan dataran sedang, terletak kurang lebih 36 km dari permukaan laut (dpl). Secara geografis terletak dipersimpangan jalur Kabupaten Banyumas dengan Kabupaten Purbalingga. Desa Sokaraja Lor terletak di Ibu Kota Kecamatan Sokaraja, dengan waktu tempuh ke Pusat Pemerintahan Kecamatan hanya 3 menit dan 30 menit untuk menuju ke Pusat Pemerintahan Kabupaten Banyumas.
Di desa ini terdapat banyak para ‘Ulama Masyhur dan Pondok Pesantren seperti:
a.       Pondok Pesantren al-Makmur yang dahulunya didirikan oleh ayahandanya dari Romo KH. Abdul Kholiq, sekarang dipimpin oleh Romo KH. Fuad Idris anak pertama dari Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hidayat (Kyai Dayat).
b.      Pondok Pesantren Assuniyah didirikan oleh asy-Syekh KH. Imam Rozi pada tahun 1980-an yang sekarang dipimpin oleh Romo KH. Hasyim Murtadlo.
c.       Pondok Pesulukan Jam’iyyah Thoriqoh an-Naqsabandiyah al-Mujaddadiyah al-Kholidiyah yang dahulunya didirikan oleh Almaghfurllah asy-Syaikh KH. Raden Mas Muhammad Ilyas atau yang dahulunya dipanggil oleh masyarakat sekitar Mbah Ilyas (keturunan dari Keraton Yogyakarta).
d.      Pondok Pesantren Salaf al-Ukhuwwah yang didirikan oleh Romo Kyai Muhammad Akhwan Bahrudin pada tahun 1987, sekarang dipimpin oleh Ibu Nyai Mukaromah Bahrudin istri dari Romo Kyai Muhammad Akhwan Bahrudin.
e.       Pondok Pesantren al-Jauhariyyah yang didirikan dan dipimpin oleh KH. Muhammad Rozaq.




C.    Gambaran dan Pengaruh Islamisasi Pondok Pesantren di Sokaraja Lor
a.       Pondok Pesantren al-Makmur
Pondok pesantren ini didirikan oleh ayahandanya dari KH. Abdul Kholiq pada tahun sekitar 1920-an. Setelah kepergian dari ayahandanya, KH. Abdul Kholiq (Kyai Kholiq) memimpin pondok al-Makmur hingga sampai tutup usianya di tahun 1970-an. Pada saat Kyai Kholiq memimpin pondok al-Makmur ini, banyak santri yang menuntut ilmu disana. Karena tempat itu sepeninggalannya dari ayahandanya yang telah mendirikan hingga pondok pesantren tersebut menjadi terkenal hingga sekarang ini.
Kajian agama yang beliau ajarkan setiap ba’da shubuh, beliau mengajarkan kepada khususnya santri masyarakat sekitar untuk ngaji Juz ‘Amma, al-Qur’an dan Kitab-kitab kuning sesuai kelasnya.Setelah itu Kyai Kholiq mengajarkan ilmunya di Pondok Pesantren al-Makmur untuk santri-santrinya yang tinggal disitu sekitar jam 08:00 pagi hingga jam 10:00. Sorenya beliau mengajarkan dan membagikan ilmunya dalam kitab kuning setiap ba’da sholat Ashar hingga menjelang kumandang adzan Maghrib. Setelah itu malamnya sekitar ba’da sholat isya’ para santri yang hendak mau ngaji, datang langsung ke rumah kediamannya beliau (ndalem). Beliau pun mengadakan selapanan (rutinan) setiap malam selasa berupa pengajian umum di Masjid al-Makmur.
Dari banyaknya uraian di atas adalah bukti bahwa Kyai Kholiq mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakatnya dalam hal keagamaan dan spiritualnya. Menurut penuturan dari bapak saya yang pernah jadi santrinya, dahulu semasa hidupnya, beliau merupakan sosok yang sangat disegani dalam masyarakat dan sangat dita’dimi oleh semua lapisan masyarakat. Beliau adalah guru yang sangat tegas, galak serta disiplin dalam memimpin pesantren tersebut.Beliau mempunyai karismatik yang sangat mulia di mata masyarakat. Hingga tatkala Allah mencabut nyawanya dan tutup usia pada tahun 1970-an, masyarakat begitu terpukul akan kepergian Ulama besar dikalangan semua lapisan.
Setelah meninggalnya Kyai Kholiq, tergantikan pimpinan Pondok Pesantren al-Makmur oleh KH. Muhammad Hidayat atau yang sangat dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Kyai Dayat guru maha guru segalanya. Beliau adalah cucu dari Romo KH. Abdul Kholiq asli dari kota Ciamis-Jawa Barat. Beliau seorang ulama yang pernah menjadi ketua Rais Syuriyah NU Kabupaten Banyumas. Beliau sosok kyai sesepuh di desa Sokaraja Lor, karena beliau sangat dihormati oleh semua kalangan masyarakat, baik itu lapisan dari TNI, POLRI, maupun sampai Bapak Presiden Abdurrachman Wachid pun  sangat mengenal Kyai Dayat dan sangat menghormati beliau.
Beliau meninggal pada tahun 2009 atau pada malam Idul Adha tahun 1430 H. Waktu beliau meninggal, jasad beliau masih UTUH. Peristiwa ini bermula dari pesan yang disampaikan oleh KH. Muhammad Saeful Anfar (Abah Ipung), pimpinan sebuah Pondok Pesantren az-Zuhruf, Ketileng-Kaliwungu kota Semarang. Ia berkata bahwa ia mendapat pesan dari Kyai Dayat agar memindahkan jasadnya dari pemakaman umum ke sebidang tanah di dekat masjid al-Makmur. Karena mendapat wejangan dari seorang ulamayang cukup berpengaruh, maka putra-putra almarhum seperti; KH. Fuad Idris, KH. Imam Rozi al-Mursyid, dan KH. Abdul Majid (Politisi PPP) menyetujuinya walau dirasa tidak masuk akal.
Akhirnya, disepakatilah prosesi pemindahan jasad almarhum yang dilaksanakan pada tengah malam sebelum hari raya Idul Adha 1430 H dengan tujuan agar tidak banyak orang yang mengetahuinya. Sekitar jam 1 malam, rombongan penggali kubur berangkat menuju makamalmarhum dengan dipimpin oleh salah satu seorang putra almarhum KH. Fuad Idris.
Penggalianpun dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak merusak jasad almarhum. Ketika salah seorang menyingkap papan penutup jenazah, ia terheran-heran dan merasa takjub. Subhanallah! Ternyata jazad beliau masih utuhdan tercium bau harum. Allahu Akbar! Allah telah menunjukkan kekuasaannya kepada kita dengan mempertahankan jazad hamba-hambanya yang dikehendakinya.
Kemudian, jenazah segera dimakamkan ke tempat pemakaman yang baru didekat masjid al-Makmur. Prosesinya berjalan dengan lancar. Pemilihan waktu yang tepat, yaitu malam hari raya Idul Adha, membuat penduduk sekitar tidak banyak yang mengetahui, karena mereka sibuk mempersiapkan keperluan hari raya. Ini memungkinkan para penggali kubur dan ahli waris yang ingin memindahkan makam kubur dan ahli waris yang ingin memindahkan makam Kyai Dayat dapat leluasa melakukannya, tanpa banyak memancing masyarakat sekitar.
Dari peristiwa itu, dapat kita ambil pelajaran bahwa sesungguhnya kekuasaan Allah itu tidak ada bandingannya. Selama kita yakin bahwa sesungguhnya kekuasaan Allah itu tidak ada bandingannya. Selam kita yakin bahwa apa yang kita lakukan adalah benar dan sesuai dengan syar’i, insya allah kita akan mendapatkan ridha dari-Nya.
Pondok Pesantren al-Makmur merupakan pusat NU pertama lahir di desa Sokaraja Lor, yang kemudian pindah ke Pondok Pesantren Assuniyah Kebonkapol, dan kembali lagi pusat NU di desa Sokaraja Lor adalah di Pondok Pesantren al-Makmur. 
b.      Pondok Pesantren Assuniyah-Kebonkapol
Pondok Pesantren Assuniyah-Kebonkapol ini didirkan oleh asy-Syekh KH. Imam Rozi pada tahun 1830-an kakak dari KH. Abdul Kholiq. Asy-Syaikh bin Abdul Aziz adalah menantu Sang Pangeran. Beliau keluarga dari Kanjeng Pangeran Diponegoro. Beliau dilahirkan di wilayah Berbek (Nganjuk) pada tahun 1796 di lingkungan pesantren ayahandanyayang berada dalam lingkungan ilmu Keagamaan. Oleh ayahandanya dan pamannya Senopati Sudiroyido beliau di latih ilmu kanuragan guno kasantikan. Ketika dahulu beliau umur belasan tahun, beliau dikirim oleh ayahnya ke Pesantren Tegalsari-Ponorogo untuk menambah ilmu Agama dan Sastra serta Ilmu Kanuragan. Beliau pun pernah mempersiapkan diri perang melawan kaum penjajah Belanda. Hingga beliau bersama keluarga dan pengikutnya pergi ke arah Utara yaitu di daerah Kebon Kapol (sebuah tempat yang banyak ditumbuhi pohon Kepel (Kapol), yang sebelumnya beliau berhenti dulu di Begelen (Buntu).
Hingga sekarang pesantren itu masih utuh dan dimanfaatkan untuk menimba ilmu di bawah naungan Nahdlatul ‘Ulama dan kepemimpinannya digantikan secara turun temurun. Asy-Syaikh Imam wafat sekitar tahun 1865 dan Pesantrennya diteruskan oleh putranya beliau yaitu Syaikh Nasrowi dan Asy-Syaikh Imam dimakamkan di Pesarean Keboetoeh (Sokaraja Kulon).
Syaikh Nasrowi meneruskan perjuangan ayahandanya dalam keagamaan dan perlawanan terhadap kaum penjajah. Syaikh Nasrowi meneruskan perjuangan di Pesantren Assuniyah. Perkembangan Islam di Sokaraja khususnya di Sokaraja Lor tidak bisa di kesampingkan dengan perjuangan dari para keturunan Bangsawan Mataram diantaranya dari Trah Pangeran Diponegoro dan Syaikh Imam Rozi.
Beliau mempunyai anak diantaranya Syaikh Achmad Masruri Ridho dan Syaikh Marwazy. Kedua anak tersebut meletakkan dasar-dasar ideologi Nahdlatul ‘Ulama di wilayah Banyumas, khususnya Sokaraja Lor.. Syaikh Masruri Ridho merupakan ulama agung salah satu pendiri NU dan sebagai Jam’iyyah Nahdlatul ‘Ulama atas permintaan dari Hadrotus Syaikh Hasyim Asy’ari (pendiri NU) yang dahulunya sebagai teman akrabnya beliau saat belajar di Makkah. Yang akhirnya saat Syaikh Nasrowi meninggal dunia, pesantren itu dipimpin oleh putranya bernama Syaikh Achmad Masruri Ridho.
Setelah Syaikh Nasrowi meninggal pula, pesantren tersebut dipimpn oleh KH. Achmad Mudatsir.  Beliau adalah kakak dari KH. Imam Munchasir (Rais Syuriyah PCNU Banyumas). Kyai Mudatsir merupakan guru Mursyid Tarekat Syadziliyah. Kyai Mudatsir sangat dikenal oleh semua lapisan masyarakat, beliau dikenal sebagai Kyai yang sangat lembah lembut. Sejak kepemimpinannya beliau di Pesantren Assuniyah, beliau berhasil mendirikan Pesantren yang sudah dilengkapi beberapa fasilitas penunjang pertama di lingkungan Sokaraja Lor.
Ketika KH. Achmad Mudatsir meninggal dunia pada tahun 1994, pesantren tersebut dipimpin oleh KH. Imam Munchasir M.Sc. Beliau adalah ulama agung di lingkungan Banyumas hingga dikenal dan sahabat karibnya dari KH. Saeful Anwar (Abah Ipung) pemimpin Pesantren di Kota Semarang. Kyai Munchasir adalah tokoh Sang Kyai cukup berpengaruh di Banyumas sejak 1980-an hingga saat ini terutama di kalangan NU. Bahkan dalam beberapa Pilkada, Kyai yang waktu itu berusia 67 tahun ini menjadi target sejumlah calon menggaet dukungan karena pengaruhnya yang cukup besar di organisasi massa Islam paling besar di Banyumas itu.
Beliau menimba ilmu di beberapa pesantren dan menimba ilmu di UIN Sunan Gunung Jati-Bandung. Yang pada saat beliau selesai kuliah, beliau dijadikan dosen di Fakultas Syari’ah. Ketika mengetahui bahwa kakaknya (KH. Achmad Mudatsir) mennggal beliau pun harus pulang kampung demi membesarkan organisasi yang diwariskan sejak beberapa ratus tahun itu.
Di Sokaraja Lor, beliau mendirikan Masjid yang bernama Masjid al-Amanah, dan mengelolanya hingga sampai saat ini dan mendirikan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ).Beliau pun menjadi pengurus NU Ranting Sokaraja Lor. Setelah itu, beliau terjun ke dunia politik semasa reformasi 1998. Pada Pemilu 1999, beliau terpilih menjadi anggota DPRD dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hingga 2014. Pada saat itu pula, beliau jadi pengurus PKB Jawa Tengah.
Setelah purna dari DPRD, Kyai Munchasir kembali ke rahim NU dan menjadi pengurus Tanfidziyah. Hingga akhirnya beliau pada September 2012 terpilih menjadi Rais Syuriyah PCNU Banyumas mendampingi KH. Maulana Hasan sebagai Ketua  Tanfidziyah dan KH. Drs. Chariri Shofa M.Ag (Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam-Dukuhwaluh Purwokerto) sebagai wakil Rais Syuriyah PCNU Banyumas. Hingga akhir khayatnya, jabatan ini masih dipegangnya karena masa khidmadnya habis tahun 2017. Beliau meninggal dunia kemarin hari Kamis 28 Mei 2015 sore di RS Wijaya Kusuma (DKT) setelah menjalani perawatan. Jenazah beliau di makamkan di Tempat Pemakaman Umum “Semboja Lima” desa Sokaraja Lor.
Setelah beliau meninggal, pesantren Assuniyah sampai sekarang diasuh langsung oleh KH. Hisyam. Di pesantren itulah lahir pula tokoh KH. Edy Fanani yang sekarang menjabat di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyumas.
c.       Pondok Pesulukan Jam’iyyah Thoriqoh an-Naqsabandiyah al-Mujaddadiyah al-Kholidiyah
Seperti yang pernah dilansir oleh Majalaj Obsesi edisi XVIII, tahun XX, 2013 Pondok tersebut didirikan oleh KH. Raden Mas Muhammad Ilyas (Mbah Ilyas). Mbah Ilyas merupakan keturunan dari keraton Ngayogyakarto. Ayahnya bernama Raden Mas Ali Dipowongso bin HPA Pangeran Dipenogoro II bin Pangeran Diponegoro bin Sultan Hamengkubuwono III yang merupakan mata rantai ke-35 dari nasabnya Nabi Muhammad SAW.
Mbah Ilyas merupakan seorang ulama sejat atau yang lebih dikenal dengan sebutan wali pastilah bukan sembarang orang. Setiap wali mempunyai keistmewaan masing-masing yang tak mungkin dimiliki oleh orang lain. Salah satu keistimewaan dari Mbah Ilyas adalah dengan izin Allah, beliau mampu menghentikan arus sunga Kali Pelus hingga benar-benar tanpa air. Oleh karena itu pada saat orang-orang akan menuntut ilmu ke beliau, sedangkan jembatan waktu itu belum ada dan arus aliran sungai sangat deras, setelah orang-orang selesai menyeberang maka sungai tersebut kembali mengalir seperti sediakala.
Mbah ilyas merupakan orang yang pertama kali membawa dan memperkenalkan tarekat Naqsabandiyah al-Mujaddadiyah al-Kholidiyah di wilayah Banyumas. Semula beliau mendirikan Pesantren Thoriqot an-Naqsabandiyah di Kedung Paruk. Beliau menikah dengan putri dari Syekh Abu Bakar (Seorang Hakim keturunan bangsa Arab). Segitiga emas utama Thoriqot ini adalah KH. Abdusshomad Jombor, KH. Raden Ilyas, dan KH Raden Abdul Malik yang merupakan satu keluarga para waliyullah.
Menurut Ustad Musa Asy’ari (Pengasuh Majelis Ta’lim al-inabah) yang telah berhasil saya wawancarai beberapa tempo sore kemarin, Pondok Pesulukan Jam’iyyah Thoriqoh an-Naqsabandiyah al-Mujaddadiyah al-Kholidiyah sampai sekarang mempunyai banyak santri yang semuanya adalah para orang tua yang sudah sepuh atau manula. Para santri tersebut merasa sangat nyaman di Pondok Pesulukan tersebut. Suasana religiusnya sangat kuat. Sebagian besar berusia diatas 50 tahunan. Para manula menginap di pondok tersebut karena sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa karena diskriminasi dari pihak keluarga selama batasan waktu 10-40 hari.
Sesuai dengan penuturan dari Bapak Tohari (54), beliau sehari-harnya menghuni pondok tersebut ketika bulan Ramadhan akan tiba. Disana beliau belajar al-Qur’an, dan ta’allum tentang Islam. Menurutnya, beliau ingin mendapatkan ketenangan bersama sang pencipta, tidak semata-mata duniawi terus yang beliau pikirkan, tetapi sisi kereligiusannya beliau harus dicapai di usia yang mengnjak manula tersebut. “Makanan yang bersumber dari binatang adalah makanan pemicu nafsu duniawi, karena akan mengakibatkan pemikiran kita seperti binatang”, ungkapnya beliau.
Pondok ini sudah ada sejak kolonial Belanda. Usia pondok tersebut sekitar lebih dari seabad dengan bukti arsitektur bangunan pondok tersebut yang masih kental khas zaman Kolonial Belanda.
d.      Pondok Pesantren Salaf al-Ukhuwwah
Pondok Pesantren ini didirikan pada tahun 1987 oleh KH. Muhammad Akhwan Bahruddin. Beliau adalah ulama Salaf yang sangat ta’dim terhadap guru-gurunya beliau dan gaya bicara dan tingkah lakunya sangat lemah lembut, benar-benar ulama salaf yang terkenal akan kesederhanaannya. Waktu zamannya beliau, banyak santri-santriwati yang mondok di pesantren tersebut. Karena pesantren tersebut sangat dikenal oleh masyarakat nilai kesederhanaan dan nilai kereligiusannya. Santri disitu kebanyakan makan hanya dengan nasi jagung (ngrowot) tidak boleh makan minyak-minyakan, dan tidak diperkenankan makan makanan yang berasal dari bera, selain itu boleh.
Beliau mempunyai seorang istri bernama Ibu Nyai Mukaromah. Beliau merupakan ulama dari kalangan perempuan. Beliau pun merupakan seorang hafidzoh pertama di desa Sokaraja Lor. Ibu Nyai Mukaromah memiliki beberapa anak, diantaranya:
(a)    Gus H. Muhammad Faidzin Akhwan(lulusan API Ponpes Salaf Tegalrejo-Magelang)
(b)   Gus Muhammad Ro’uf (Lulusan Ponpes Az-Zuhruf Semarang)
(c)    Mas Anam (masih mondok di API Ponpes Salaf Tegalrejo-Magelang)
(d)   Mas Udin
(e)    Mba Maesaroh (Hafidzoh)
(f)    Mba Amiroh (Hafidzoh)
Setelah kepergian dari Kyai Akhwan, pesantren tersebut sampai sekarang diasuh oleh istrinya yaitu Ibu Nyai Mukaromah. Dan dikelola oleh putranya Gus H. Muhammad Faidzin Akhwan. Di pesantren tersebut banyak kegiatan, diantaranya setiap malam Rabu ada acara Mujahadah Nihadlul Mustaghfirin yang dipimpin langsung oleh Gus Faidzin. Setiap malam Minggu diadakan Mujahadah dikhususkan untuk anak muda (remaja) sekitar. Dan hari Rabu sorenya, terdapat pengajian yang dipimpin oleh Ibu Nyai Mukaromah. Di tambah setiap malam Jum’at Kliwon diadakan ziaroh ke Makam Wali di daerah Banyumas. Setiap sore diadakan TPQ bagi anak-anak kecil.
Gus Fadzin merupakan sosok yang sangat lemah lembut, dan sangat anggun di kalangan masyarakat. Beliau bisa merangkul para remaja yang notabane-nya dari garis merah. Beliau ikut bergaul dengan mereka, agar beliau tahu keadaan mereka semua yang berada di garis merah. Secara perlahan-lahan beliau mengajak semua kaum muda untuk menuntut ilmu di Pesantrennya dan merangkul guyub rukun untuk ikut Jama’ah Mujahadah anak muda setiap malam Minggu. Alhamdulillah berkat ketegaran dari seorang Ulama Muda, beliau berhasil merangkul mereka semua agar kembali ke jalan Allah.
Setiap acara Khaul Kyai Muhammad Akhwan Bahruddin, beliau tidak tanggung-tanggung untuk mengundang Kyai yang sangat terkenal seperti diantaranya, Gus Yusuf Chudlori (Guru Besar API Ponpes Salaf Tegalrejo), KH. Musthofa Aqil Siradj (Khatim Am PBNU Pusat atau Pengasuh KHAS Cirebon).
e.       Pondok Pesantren al-Jauhariyyah
Pondok Pesantren ini didirikan langsung oleh KH. Muhammad Rozzaq. Pesantren ini tergolong pesantren yang paling muda, karena pembangunannya baru menginjak kurang dari 10 tahun. Tetapi pesantren ini sangat populer juga, karena Kyai Rozzaq merupakan Kyai Salaf masih saudara dengan KH. Imam Munchasir M.Sc. Kegiatan belajar mengajar di sana difokuskan pada Tahfidzul al-Quran, yaitu hafalan al-Qur’an. Kyai Rozzaq di kenal oleh kalangan masyarakat Sokaraja Lor sebagai Kyai yang Tegas di zaman sekarang. Karena bila salah seorang santri tidak dapat menghafal, maka akan terkena ta’ziran (hukuman).
D.    Penutup Islamisasi di Desa Sokaraja Lor
Begitulah keadaan desa saya di desa Sokaraja Lor. Siapapun yang mendengar nama Sokaraja Lor, pasti orang beranggapan bahwa Sokaraja Lor merupakan Pusat Ulama-ulama Agung dan menjadi Pusat berdirinya warga Nahdliyin di bawah naungan Nahdlatul ‘Ulama. Sebagai pusat NU di kecamatan Sokaraja, Sokaraja Lor sampai sekarang masih menjaga erat ciri tersebut. Dengan pimpinan ketua Tanfidziyah NU sekarang adalah Gus Irchamni. Beliau adalah menantu dari Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hidayat (pengasuh pondok pesantren Al-Makmur). Bahkan desa saya ni merupakan Pusat NU di Banyumas bagian wilayah Timur, bahkan hingga Purbalingga pusatnya tetap di Sokaraja Lor.
Dengan dibuktikan banyak Kyai Agung yang pernah mendirikan beberapa Pesantren di desa ini, dan tak pula dari kalangan Keraton Ngayogyakarto dan Trah Pangeran Diponegoro ikut pula berperan dalam membangun Islamisasi di desa Sokaraja Lor. Dahulu hingga sampai saat ini masih selalu ada, dan sampai kapanpun Desa saya pasti akan banyak keturunan yang akan menyamaratakan seperti leluhur-leluhur mereka semua.
Kegiatan ke-Nu-an banyak dilaksanakan, diantaranya tiap malam Jum’at Manis diadakan pengajian Akbar “Lailatu Ijtima” yang selalu mengundang Kyai-kyai agung lainnya. Dan dimeriahkann oleh grup Marawis “Lesbumi” pimpinan Habib Ahmad Zaki al-Idrus. Habib Zaki merupakan tokoh Habaib yang nilai sosialnya tinggi serta dermawan. Beliau adalah keturunan dari Almaghfurllah Habib Hamid dari Hadraulmaut-Makkah. Ayahandanya (Habib Hamid) meninggal di tanah suci Makkah. Dan anak anak dari Habib zaki sekarang banyak yang mengikuti jejaknya beliau, diantaranya Habib Faiz sekarang tinggal di Bogor, Habib Shoddiq pengasuh Ponpes di Kalimantan, dan anak anaknya yang masih kuliah Mas Rifa di Unsoed dan anak angkatnya beliau Mas Fahmi yang juga kuliah di Universitas Jendral Soedirman-Purwokerto.


Dipublikasikanoleh rizkihidayat1.blogspot.com

21 komentar:

  1. Balasan
    1. mohon untuk diberikan ulasan secara langsung kepada kami tentang sejarah sokaraja lor karena masih banyak kekurangan 😄

      Hapus
  2. Terimakasih untuk jejak sejarah ini... Jazakumullah...

    BalasHapus
  3. syukron ya ustadz ...
    afwan bilamana masih terdapat kekurangan dan kesalahannya 😇

    BalasHapus
  4. Ralat : Abah ipung/ abah syekh saeful anwar zuhri rosyid / abahe
    Pendiri ponpes salafiyah Azzuhri Ketileng Semarang
    Suwun

    BalasHapus
  5. saya anaknya mufidah,dan ibuku punya ibu mbah suliyah sementara suliyah anaknya KH.AbdulKholik pendiri pondok pesantren Al Makmur sokaraja Lor

    BalasHapus
  6. Aku bangga dengan para pendiri pondok pesantren di sokaraja lor.mudah-mudahan para anak cucu dan keturunannya bisa meneruskan perjuangan para pendahulu atau sesepuh yang sudah sumare

    BalasHapus
  7. Alhamdulillah nemu jejak sejarah di sini. terima kasih mas atas ulasan yang cukup lengkap ini. salam kenal silaturrahim.

    BalasHapus
  8. Mbah Kholiq ( Mbarep dari Buyut M. Sirodj-Makam di Banjar Negara ) dan bungsunya dari Buyut M.Sirodj, Mbah Misbah ( Semboja Lima )..

    Buyut M. Sirodj punya keturunan yang hidup ada 7 Putera dan Puteri,,dari salah satu puterinya, menurunkan cucu yakni Ibu Mukarommah ( Istri Alm. K.Achwan - Ponpes Al Ukhuwwah )..

    Panggilan secara strata keluarga, Bu Ibu Mukaromah ke Ibu Alm. Masrifah ( Istri Alm. KH. M.Hidayat - Ponpes Al Ma'mur ) adalah Uwak / Pak Dhe dan atau Bu Dhe..

    BalasHapus
  9. Buyut M. Sirodj punya bapak, namanya Buyut Umar, salah satu putera Buyut Abu Syuruj, dimana Buyut Abu Syuruj adalah putera dari Mbah Buyut Imam Rozi ( Keboetoeh - Sokaraja Kulon )..Mbah Buyut Imam Rozi adalah salah satu menantu Pangeran Diponegoro, yang dinikahkan dengan Puterinya Raden Ayu Retno Wulan ( Raden Ayu Tejokusumo )..Adik dari Haryo Pangeran Anom Diponingrat..

    BalasHapus
  10. HPA ( Haryo Pangeran Anom ) Diponingrat memiliki putera HPA Dipowongso, yang notabene menantu Tumenggung Mertawijaya ( Trah Danurejan ) dan memiliki putera Mbah Buyut M. Ilyas..

    BalasHapus
  11. Mbah Buyut M. Ilyas menikah dengan Mbah Buyut Zaenab, memiliki salah satu putera, yakni Mbah Abdul Malik Kedung Paruk,,dan MBah Buyut M. Ilyas menikah dengan Mbah Buyut Khatijah, memiliki salah satu putera, yakni Mbah Affandi ( Sokaraja Lor ),,Mbah Affandi memiliki putera Mbah Rifai ( Sokaraja Lor ) dan Mbah Affandi memiliki putera Kyai Abdussomad ( Pasulukan Sokaraja Lor )..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama ayah syekh Abdus Shomad bukan Mbah affandi kang ..
      Beliau (syekh Abdusshomad) berasal dari Banten,,beliau mempunyai anak 10 di Banten..dan setelah mempunyai anak di Banten beliau melanjutkan rihlah nya ke Cirebon dan menetap di Jombor . itupun sudah berusia 60 th..

      Hapus
  12. Mbah Buyut Abu Syuruj disamping memiliki putera Mbah Umar yang menurunkan Mbah Buyut M.Sirodj,,juga memiliki putera, Mbah Buyut Nasrowi, yang nantinya mendirikan Ponpes Assuniyah Kebon Kapol, yang diteruskan ke Mbah Imam Munhasir, dan selanjutnya diteruskan ke Mbah Chaeroji, yang memiliki putera-puteri antara lain, KH. Akhmad Mudatsir ( Kebon Kapol - SokarajaLor ), KH. Muntorir ( Kyai Torir-Purbalingga ), H. Muchlisoh, KH. Imam Munhasir ( Al Amanah Sokaraja Lor )..

    BalasHapus
  13. Mbah Buyut Abu Syuruj juga memiliki putera Mbah Buyut Masruri ( Kebumen - Baturaden ) yang memiliki salah satu putera, yaitu KH. Musalim Ridho..

    BalasHapus
  14. Mbah Buyut Abu Syuruj juga memiliki salah satu putera, yakni Mbah Asro, yang memiliki salah satu putera namanya Mbah Akhmad Baidlowi Asro, yang menjadi menantu Mbah KH.Hasyim Asy'ari ( Tebu Ireng ) karean dinikahkan dengan salah satu puteri Mbah Hasyim Asy'ari yang ketiga,,Mbah Buyut Aisyah..dari pernikahan beliau, menurunkan salah satunya KH. A. Hamid Baidlowi ( Lasem Rembang ) yang notabene adik ipar dari KH. Maimun Zubair,

    BalasHapus
  15. KH. A Hamid Baidlowi memiliki putera dan puteri yang dinikahkan dengan putera dan puteri dari Ponpes Ploso ( Keluarga besar KH. Jazuli ), Ponpes Mranggen Demak, serta Ponpes API Tegal Rejo Magelang..KH. Chudlori..jadi KH. A.Hamid Baidlowi adalah besan-besan dari ponpes-ponpes tersebut..

    BalasHapus
  16. Mbah KH. A. Baidlowi Asro, memiliki putera juga, antara lain Mbah Muhammad Zuhri, yang nantinya memiliki putera KH. Saefuddin Zuhri, Menteri Agama Era Presiden Sukarno,,dan KH. Saefuddin Zuhri memiliki putera Bapak Lukman Hakim Menteri Agama

    BalasHapus
  17. Mbah Muhammad Zuhri, selain memiliki Putera KH. Saefuddin Zuhri, juga memiliki putera yakni Mbah Mudatsir, yang nantinya menurunkan putera yakni Mbah Syaiful Anwar ( Abah Ipung - Ketileng Semarang )..yang artinya Bapak Lukman Hakim itu sepupuan dengan Abah Ipung Semarang..

    BalasHapus
  18. Itulah kenapa..KH. Hasyim Asy'ari secara khusus merekomendasikan di sokaraja untuk didirikan Konsul NU pertama, yang membawahi koordinasi DIY dan Jawa Tengah, sebelum seperti sekarang..

    BalasHapus
  19. Di keluarga Banten tercatat silsilah beliau (syekh Tubagus abdusshomad) saudara kandung nya dan anak anak nya..terkait beliau hijrah,dan rihlah,dakwah.

    BalasHapus