PENGARUH ISLAMISASI
DI DESA SOKARAJA LOR KECAMATAN SOKARAJA
SEBAGAI
PUSATNYA “NAHDLATUL ‘ULAMA”
A.
Letak
Geografis Kecamatan Sokaraja
Sokaraja merupakan sebuah kota
kecil, letak geografisnya sekitar 9 km dari arah tenggara kota Purwokerto,
Banyumas. Orang mengenal kota ini sebagai pusat jajanan khas Banyumasan seperti
misalnya kripik tempe dan getuk goreng asli sokaraja Haji Thohirin hasil karya
bapak Sanpirngad pada tahun 1918. Sokaraja dibelah oleh aliran sungai (Kali
Pelus) tepat ditengah, yang memisahkan kota ini menjadi wilayah utara (Sokaraja
Lor), wilayah selatan (Sokaraja Kidul), wilayah timur (Sokaraja Wetan), wilayah
barat (Sokaraja Kulon) dan wilayah kawasan getuk goreng itu masuknya desa
(Sokaraja Tengah).
Tak luput dari kota jajanan khas
Banyumasan, menurut penuturan dari bapak Camat Sokaraja Drs. Muhammad Najib, Sokaraja
dari dulu sampai sekarang orang mengenal kota ini sebagai kota santri. Kota
kecil berpenduduk lebih dari 22 ribu seluas kurang lebih 831 hektar ini
mempunyai banyak pesantren, diantaranya 5 berada di desa Sokaraja Lor, 3 berada
di desa Sokaraja Kulon dan 1 berada di desa Sokaraja Tengah.
Sokaraja adalah santrinya Banyumas.
Sebab, hampir seluruh Kyai di Banyumas berasal dari wilayah Sokaraja. Predikat
sebagai kota santri untuk Sokaraja juga berasal dari ketokohan kyai-kyai itu
sendiri. Sokaraja menjadi tempat tinggal beberapa Kyai generasi pertama di
Banyumas yang mendapatkan pendidikannya dari pesantren-pesantren tua ternama
seperti dari Bangkalan, Lasem, Arabia, Tegalrejo dan lain sebagainya. Di
samping itu, Sokaraja melahirkan Kyai dari yang politis, ahli fiqh dan utamanya
tarekat yang ada di desa Sokaraja Lor. Dari semua itu, banyak orang yang
mengetahui dari keberadaan KH. Saifudin Zuhri (Pakdhe KH. Saeful Anwar atau
yang lebih dikenal dengan nama Abah Ipung) bahwa Kyai tersebut tidak ada yang
menyamainya yang pernah menduduki menjadi Ketua Kementerian Agama era Soekarno
akhir.
B.
Letak
Geografis Desa Sokaraja Lor
Menurut data yang saya ambil dari Bapak Mohammad Jalaludin (adik
sepupu dari Almarhum Romo KH. Imam Munchasir M.Sc-selaku Rais Syuriyah NU
Kabupaten Banyumas) selaku Kepala Desa di desa Sokaraja Lor, Sokaraja Lor secara
administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Provinsi Jawa Tengah, dengan seluas wilayahnya 155,5 hektar, 76,5 % merupakan
sawah pertanian yang cukup subur. Terbagi dalam 2 (dua) wilayah Dusun, 4 RW dan
17 RT. Secara umum merupakan dataran sedang, terletak kurang lebih 36 km dari
permukaan laut (dpl). Secara geografis terletak dipersimpangan jalur Kabupaten
Banyumas dengan Kabupaten Purbalingga. Desa Sokaraja Lor terletak di Ibu Kota
Kecamatan Sokaraja, dengan waktu tempuh ke Pusat Pemerintahan Kecamatan hanya 3
menit dan 30 menit untuk menuju ke Pusat Pemerintahan Kabupaten Banyumas.

a.
Pondok
Pesantren al-Makmur yang dahulunya didirikan oleh ayahandanya dari Romo KH.
Abdul Kholiq, sekarang dipimpin oleh Romo KH. Fuad Idris anak pertama dari
Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hidayat (Kyai Dayat).
b.
Pondok Pesantren Assuniyah didirikan oleh asy-Syekh KH. Imam Rozi
pada tahun 1980-an yang sekarang dipimpin oleh Romo KH. Hasyim Murtadlo.

c.

Pondok Pesulukan Jam’iyyah Thoriqoh an-Naqsabandiyah
al-Mujaddadiyah al-Kholidiyah yang dahulunya didirikan oleh Almaghfurllah
asy-Syaikh KH. Raden Mas Muhammad Ilyas atau yang dahulunya dipanggil oleh
masyarakat sekitar Mbah Ilyas (keturunan dari Keraton Yogyakarta).


d.
Pondok
Pesantren Salaf al-Ukhuwwah yang didirikan oleh Romo Kyai Muhammad Akhwan
Bahrudin pada tahun 1987, sekarang dipimpin oleh Ibu Nyai Mukaromah Bahrudin
istri dari Romo Kyai Muhammad Akhwan Bahrudin.
e.
Pondok Pesantren al-Jauhariyyah yang didirikan dan dipimpin oleh
KH. Muhammad Rozaq.

C.
Gambaran
dan Pengaruh Islamisasi Pondok Pesantren di Sokaraja Lor
a.
Pondok
Pesantren al-Makmur
Pondok
pesantren ini didirikan oleh ayahandanya dari KH. Abdul Kholiq pada tahun
sekitar 1920-an. Setelah kepergian dari ayahandanya, KH. Abdul Kholiq (Kyai
Kholiq) memimpin pondok al-Makmur hingga sampai tutup usianya di tahun 1970-an.
Pada saat Kyai Kholiq memimpin pondok al-Makmur ini, banyak santri yang
menuntut ilmu disana. Karena tempat itu sepeninggalannya dari ayahandanya yang
telah mendirikan hingga pondok pesantren tersebut menjadi terkenal hingga
sekarang ini.
Kajian
agama yang beliau ajarkan setiap ba’da shubuh, beliau mengajarkan kepada
khususnya santri masyarakat sekitar untuk ngaji Juz ‘Amma, al-Qur’an dan
Kitab-kitab kuning sesuai kelasnya.Setelah itu Kyai Kholiq mengajarkan ilmunya
di Pondok Pesantren al-Makmur untuk santri-santrinya yang tinggal disitu
sekitar jam 08:00 pagi hingga jam 10:00. Sorenya beliau mengajarkan dan
membagikan ilmunya dalam kitab kuning setiap ba’da sholat Ashar hingga
menjelang kumandang adzan Maghrib. Setelah itu malamnya sekitar ba’da sholat
isya’ para santri yang hendak mau ngaji, datang langsung ke rumah kediamannya
beliau (ndalem). Beliau pun mengadakan selapanan (rutinan) setiap malam selasa
berupa pengajian umum di Masjid al-Makmur.
Dari
banyaknya uraian di atas adalah bukti bahwa Kyai Kholiq mempunyai peranan yang
sangat penting bagi masyarakatnya dalam hal keagamaan dan spiritualnya. Menurut
penuturan dari bapak saya yang pernah jadi santrinya, dahulu semasa hidupnya,
beliau merupakan sosok yang sangat disegani dalam masyarakat dan sangat
dita’dimi oleh semua lapisan masyarakat. Beliau adalah guru yang sangat tegas,
galak serta disiplin dalam memimpin pesantren tersebut.Beliau mempunyai
karismatik yang sangat mulia di mata masyarakat. Hingga tatkala Allah mencabut
nyawanya dan tutup usia pada tahun 1970-an, masyarakat begitu terpukul akan
kepergian Ulama besar dikalangan semua lapisan.
Setelah meninggalnya Kyai Kholiq, tergantikan pimpinan Pondok
Pesantren al-Makmur oleh KH. Muhammad Hidayat atau yang sangat dikenal oleh
masyarakat dengan sebutan Kyai Dayat guru maha guru segalanya. Beliau adalah
cucu dari Romo KH. Abdul Kholiq asli dari kota Ciamis-Jawa Barat. Beliau
seorang ulama yang pernah menjadi ketua Rais Syuriyah NU Kabupaten Banyumas.
Beliau sosok kyai sesepuh di desa Sokaraja Lor, karena beliau sangat dihormati
oleh semua kalangan masyarakat, baik itu lapisan dari TNI, POLRI, maupun sampai
Bapak Presiden Abdurrachman Wachid pun
sangat mengenal Kyai Dayat dan sangat menghormati beliau.
Beliau
meninggal pada tahun 2009 atau pada malam Idul Adha tahun 1430 H. Waktu beliau
meninggal, jasad beliau masih UTUH. Peristiwa ini bermula dari pesan yang
disampaikan oleh KH. Muhammad Saeful Anfar (Abah Ipung), pimpinan sebuah Pondok
Pesantren az-Zuhruf, Ketileng-Kaliwungu kota Semarang. Ia berkata bahwa ia
mendapat pesan dari Kyai Dayat agar memindahkan jasadnya dari pemakaman umum ke
sebidang tanah di dekat masjid al-Makmur. Karena mendapat wejangan dari seorang
ulamayang cukup berpengaruh, maka putra-putra almarhum seperti; KH. Fuad Idris,
KH. Imam Rozi al-Mursyid, dan KH. Abdul Majid (Politisi PPP) menyetujuinya
walau dirasa tidak masuk akal.
Akhirnya,
disepakatilah prosesi pemindahan jasad almarhum yang dilaksanakan pada tengah
malam sebelum hari raya Idul Adha 1430 H dengan tujuan agar tidak banyak orang
yang mengetahuinya. Sekitar jam 1 malam, rombongan penggali kubur berangkat
menuju makamalmarhum dengan dipimpin oleh salah satu seorang putra almarhum KH.
Fuad Idris.
Penggalianpun
dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak merusak jasad almarhum. Ketika
salah seorang menyingkap papan penutup jenazah, ia terheran-heran dan merasa
takjub. Subhanallah! Ternyata jazad beliau masih utuhdan tercium bau
harum. Allahu Akbar! Allah telah menunjukkan kekuasaannya kepada kita
dengan mempertahankan jazad hamba-hambanya yang dikehendakinya.
Kemudian, jenazah segera dimakamkan ke tempat pemakaman yang baru
didekat masjid al-Makmur. Prosesinya berjalan dengan lancar. Pemilihan waktu
yang tepat, yaitu malam hari raya Idul Adha, membuat penduduk sekitar tidak
banyak yang mengetahui, karena mereka sibuk mempersiapkan keperluan hari raya.
Ini memungkinkan para penggali kubur dan ahli waris yang ingin memindahkan
makam kubur dan ahli waris yang ingin memindahkan makam Kyai Dayat dapat
leluasa melakukannya, tanpa banyak memancing masyarakat sekitar.
Dari
peristiwa itu, dapat kita ambil pelajaran bahwa sesungguhnya kekuasaan Allah
itu tidak ada bandingannya. Selama kita yakin bahwa sesungguhnya kekuasaan
Allah itu tidak ada bandingannya. Selam kita yakin bahwa apa yang kita lakukan
adalah benar dan sesuai dengan syar’i, insya allah kita akan mendapatkan ridha
dari-Nya.
Pondok
Pesantren al-Makmur merupakan pusat NU pertama lahir di desa Sokaraja Lor, yang
kemudian pindah ke Pondok Pesantren Assuniyah Kebonkapol, dan kembali lagi
pusat NU di desa Sokaraja Lor adalah di Pondok Pesantren al-Makmur.
b. Pondok Pesantren Assuniyah-Kebonkapol
Pondok Pesantren Assuniyah-Kebonkapol ini didirkan oleh asy-Syekh
KH. Imam Rozi pada tahun 1830-an kakak dari KH. Abdul Kholiq. Asy-Syaikh bin
Abdul Aziz adalah menantu Sang Pangeran. Beliau keluarga dari Kanjeng Pangeran
Diponegoro. Beliau dilahirkan di wilayah Berbek (Nganjuk) pada tahun 1796 di
lingkungan pesantren ayahandanyayang berada dalam lingkungan ilmu Keagamaan.
Oleh ayahandanya dan pamannya Senopati Sudiroyido beliau di latih ilmu
kanuragan guno kasantikan. Ketika dahulu beliau umur belasan tahun, beliau
dikirim oleh ayahnya ke Pesantren Tegalsari-Ponorogo untuk menambah ilmu Agama
dan Sastra serta Ilmu Kanuragan. Beliau pun pernah mempersiapkan diri perang
melawan kaum penjajah Belanda. Hingga beliau bersama keluarga dan pengikutnya pergi
ke arah Utara yaitu di daerah Kebon Kapol (sebuah tempat yang banyak ditumbuhi
pohon Kepel (Kapol), yang sebelumnya beliau berhenti dulu di Begelen (Buntu).
Hingga sekarang pesantren itu masih utuh dan dimanfaatkan untuk
menimba ilmu di bawah naungan Nahdlatul ‘Ulama dan kepemimpinannya digantikan
secara turun temurun. Asy-Syaikh Imam wafat sekitar tahun 1865 dan Pesantrennya
diteruskan oleh putranya beliau yaitu Syaikh Nasrowi dan Asy-Syaikh Imam
dimakamkan di Pesarean Keboetoeh (Sokaraja Kulon).
Syaikh Nasrowi meneruskan perjuangan ayahandanya dalam keagamaan
dan perlawanan terhadap kaum penjajah. Syaikh Nasrowi meneruskan perjuangan di
Pesantren Assuniyah. Perkembangan Islam di Sokaraja khususnya di Sokaraja Lor
tidak bisa di kesampingkan dengan perjuangan dari para keturunan Bangsawan
Mataram diantaranya dari Trah Pangeran Diponegoro dan Syaikh Imam Rozi.
Beliau mempunyai anak diantaranya Syaikh Achmad Masruri Ridho dan
Syaikh Marwazy. Kedua anak tersebut meletakkan dasar-dasar ideologi Nahdlatul
‘Ulama di wilayah Banyumas, khususnya Sokaraja Lor.. Syaikh Masruri Ridho
merupakan ulama agung salah satu pendiri NU dan sebagai Jam’iyyah Nahdlatul
‘Ulama atas permintaan dari Hadrotus Syaikh Hasyim Asy’ari (pendiri NU) yang
dahulunya sebagai teman akrabnya beliau saat belajar di Makkah. Yang akhirnya
saat Syaikh Nasrowi meninggal dunia, pesantren itu dipimpin oleh putranya
bernama Syaikh Achmad Masruri Ridho.
Setelah Syaikh Nasrowi meninggal pula, pesantren tersebut dipimpn
oleh KH. Achmad Mudatsir. Beliau adalah
kakak dari KH. Imam Munchasir (Rais Syuriyah PCNU Banyumas). Kyai Mudatsir
merupakan guru Mursyid Tarekat Syadziliyah. Kyai Mudatsir sangat dikenal oleh
semua lapisan masyarakat, beliau dikenal sebagai Kyai yang sangat lembah
lembut. Sejak kepemimpinannya beliau di Pesantren Assuniyah, beliau berhasil
mendirikan Pesantren yang sudah dilengkapi beberapa fasilitas penunjang pertama
di lingkungan Sokaraja Lor.
Ketika KH. Achmad Mudatsir meninggal dunia pada tahun 1994,
pesantren tersebut dipimpin oleh KH. Imam Munchasir M.Sc. Beliau adalah ulama
agung di lingkungan Banyumas hingga dikenal dan sahabat karibnya dari KH.
Saeful Anwar (Abah Ipung) pemimpin Pesantren di Kota Semarang. Kyai Munchasir
adalah tokoh Sang Kyai cukup berpengaruh di Banyumas sejak 1980-an hingga saat
ini terutama di kalangan NU. Bahkan dalam beberapa Pilkada, Kyai yang waktu itu
berusia 67 tahun ini menjadi target sejumlah calon menggaet dukungan karena
pengaruhnya yang cukup besar di organisasi massa Islam paling besar di Banyumas
itu.
Beliau menimba ilmu di beberapa pesantren dan menimba ilmu di UIN
Sunan Gunung Jati-Bandung. Yang pada saat beliau selesai kuliah, beliau
dijadikan dosen di Fakultas Syari’ah. Ketika mengetahui bahwa kakaknya (KH.
Achmad Mudatsir) mennggal beliau pun harus pulang kampung demi membesarkan
organisasi yang diwariskan sejak beberapa ratus tahun itu.
Di Sokaraja Lor, beliau mendirikan Masjid yang bernama Masjid
al-Amanah, dan mengelolanya hingga sampai saat ini dan mendirikan Taman
Pendidikan al-Qur’an (TPQ).Beliau pun menjadi pengurus NU Ranting Sokaraja Lor.
Setelah itu, beliau terjun ke dunia politik semasa reformasi 1998. Pada Pemilu
1999, beliau terpilih menjadi anggota DPRD dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
hingga 2014. Pada saat itu pula, beliau jadi pengurus PKB Jawa Tengah.
Setelah purna dari DPRD, Kyai Munchasir kembali ke rahim NU dan
menjadi pengurus Tanfidziyah. Hingga akhirnya beliau pada September 2012
terpilih menjadi Rais Syuriyah PCNU Banyumas mendampingi KH. Maulana Hasan
sebagai Ketua Tanfidziyah dan KH. Drs.
Chariri Shofa M.Ag (Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam-Dukuhwaluh Purwokerto)
sebagai wakil Rais Syuriyah PCNU Banyumas. Hingga akhir khayatnya, jabatan ini
masih dipegangnya karena masa khidmadnya habis tahun 2017. Beliau meninggal
dunia kemarin hari Kamis 28 Mei 2015 sore di RS Wijaya Kusuma (DKT) setelah
menjalani perawatan. Jenazah beliau di makamkan di Tempat Pemakaman Umum
“Semboja Lima” desa Sokaraja Lor.
Setelah beliau meninggal, pesantren Assuniyah sampai sekarang
diasuh langsung oleh KH. Hisyam. Di pesantren itulah lahir pula tokoh KH. Edy
Fanani yang sekarang menjabat di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyumas.
c.
Pondok
Pesulukan Jam’iyyah Thoriqoh an-Naqsabandiyah al-Mujaddadiyah al-Kholidiyah
Seperti yang pernah dilansir oleh Majalaj Obsesi edisi XVIII, tahun
XX, 2013 Pondok tersebut didirikan oleh KH. Raden Mas Muhammad Ilyas (Mbah
Ilyas). Mbah Ilyas merupakan keturunan dari keraton Ngayogyakarto. Ayahnya
bernama Raden Mas Ali Dipowongso bin HPA Pangeran Dipenogoro II bin Pangeran
Diponegoro bin Sultan Hamengkubuwono III yang merupakan mata rantai ke-35 dari
nasabnya Nabi Muhammad SAW.
Mbah Ilyas merupakan seorang ulama sejat atau yang lebih dikenal
dengan sebutan wali pastilah bukan sembarang orang. Setiap wali mempunyai
keistmewaan masing-masing yang tak mungkin dimiliki oleh orang lain. Salah satu
keistimewaan dari Mbah Ilyas adalah dengan izin Allah, beliau mampu
menghentikan arus sunga Kali Pelus hingga benar-benar tanpa air. Oleh karena
itu pada saat orang-orang akan menuntut ilmu ke beliau, sedangkan jembatan
waktu itu belum ada dan arus aliran sungai sangat deras, setelah orang-orang
selesai menyeberang maka sungai tersebut kembali mengalir seperti sediakala.
Mbah ilyas merupakan orang yang pertama kali membawa dan
memperkenalkan tarekat Naqsabandiyah al-Mujaddadiyah al-Kholidiyah di wilayah
Banyumas. Semula beliau mendirikan Pesantren Thoriqot an-Naqsabandiyah di
Kedung Paruk. Beliau menikah dengan putri dari Syekh Abu Bakar (Seorang Hakim
keturunan bangsa Arab). Segitiga emas utama Thoriqot ini adalah KH. Abdusshomad
Jombor, KH. Raden Ilyas, dan KH Raden Abdul Malik yang merupakan satu keluarga
para waliyullah.
Menurut Ustad Musa Asy’ari (Pengasuh Majelis Ta’lim al-inabah) yang
telah berhasil saya wawancarai beberapa tempo sore kemarin, Pondok Pesulukan
Jam’iyyah Thoriqoh an-Naqsabandiyah al-Mujaddadiyah al-Kholidiyah sampai
sekarang mempunyai banyak santri yang semuanya adalah para orang tua yang sudah
sepuh atau manula. Para santri tersebut merasa sangat nyaman di Pondok
Pesulukan tersebut. Suasana religiusnya sangat kuat. Sebagian besar berusia
diatas 50 tahunan. Para manula menginap di pondok tersebut karena sesuai dengan
keinginannya sendiri tanpa karena diskriminasi dari pihak keluarga selama
batasan waktu 10-40 hari.
Sesuai dengan penuturan dari Bapak Tohari (54), beliau
sehari-harnya menghuni pondok tersebut ketika bulan Ramadhan akan tiba. Disana
beliau belajar al-Qur’an, dan ta’allum tentang Islam. Menurutnya, beliau ingin
mendapatkan ketenangan bersama sang pencipta, tidak semata-mata duniawi terus
yang beliau pikirkan, tetapi sisi kereligiusannya beliau harus dicapai di usia
yang mengnjak manula tersebut. “Makanan yang bersumber dari binatang adalah
makanan pemicu nafsu duniawi, karena akan mengakibatkan pemikiran kita seperti
binatang”, ungkapnya beliau.
Pondok ini sudah ada sejak kolonial Belanda. Usia pondok tersebut
sekitar lebih dari seabad dengan bukti arsitektur bangunan pondok tersebut yang
masih kental khas zaman Kolonial Belanda.
d.
Pondok
Pesantren Salaf al-Ukhuwwah
Pondok Pesantren ini didirikan pada tahun 1987 oleh KH. Muhammad
Akhwan Bahruddin. Beliau adalah ulama Salaf yang sangat ta’dim terhadap
guru-gurunya beliau dan gaya bicara dan tingkah lakunya sangat lemah lembut,
benar-benar ulama salaf yang terkenal akan kesederhanaannya. Waktu zamannya
beliau, banyak santri-santriwati yang mondok di pesantren tersebut. Karena
pesantren tersebut sangat dikenal oleh masyarakat nilai kesederhanaan dan nilai
kereligiusannya. Santri disitu kebanyakan makan hanya dengan nasi jagung
(ngrowot) tidak boleh makan minyak-minyakan, dan tidak diperkenankan makan
makanan yang berasal dari bera, selain itu boleh.
Beliau mempunyai seorang istri bernama Ibu Nyai Mukaromah. Beliau
merupakan ulama dari kalangan perempuan. Beliau pun merupakan seorang hafidzoh
pertama di desa Sokaraja Lor. Ibu Nyai Mukaromah memiliki beberapa anak,
diantaranya:
(a)
Gus H.
Muhammad Faidzin Akhwan(lulusan API Ponpes Salaf Tegalrejo-Magelang)
(b)
Gus
Muhammad Ro’uf (Lulusan Ponpes Az-Zuhruf Semarang)
(c)
Mas
Anam (masih mondok di API Ponpes Salaf Tegalrejo-Magelang)
(d)
Mas
Udin
(e)
Mba
Maesaroh (Hafidzoh)
(f)
Mba
Amiroh (Hafidzoh)
Setelah kepergian dari Kyai Akhwan, pesantren tersebut sampai
sekarang diasuh oleh istrinya yaitu Ibu Nyai Mukaromah. Dan dikelola oleh
putranya Gus H. Muhammad Faidzin Akhwan. Di pesantren tersebut banyak kegiatan,
diantaranya setiap malam Rabu ada acara Mujahadah Nihadlul Mustaghfirin yang
dipimpin langsung oleh Gus Faidzin. Setiap malam Minggu diadakan Mujahadah
dikhususkan untuk anak muda (remaja) sekitar. Dan hari Rabu sorenya, terdapat
pengajian yang dipimpin oleh Ibu Nyai Mukaromah. Di tambah setiap malam Jum’at
Kliwon diadakan ziaroh ke Makam Wali di daerah Banyumas. Setiap sore diadakan
TPQ bagi anak-anak kecil.
Gus Fadzin merupakan sosok yang sangat lemah lembut, dan sangat
anggun di kalangan masyarakat. Beliau bisa merangkul para remaja yang
notabane-nya dari garis merah. Beliau ikut bergaul dengan mereka, agar beliau
tahu keadaan mereka semua yang berada di garis merah. Secara perlahan-lahan
beliau mengajak semua kaum muda untuk menuntut ilmu di Pesantrennya dan
merangkul guyub rukun untuk ikut Jama’ah Mujahadah anak muda setiap malam
Minggu. Alhamdulillah berkat ketegaran dari seorang Ulama Muda, beliau berhasil
merangkul mereka semua agar kembali ke jalan Allah.
Setiap acara Khaul Kyai Muhammad Akhwan Bahruddin, beliau tidak
tanggung-tanggung untuk mengundang Kyai yang sangat terkenal seperti
diantaranya, Gus Yusuf Chudlori (Guru Besar API Ponpes Salaf Tegalrejo), KH.
Musthofa Aqil Siradj (Khatim Am PBNU Pusat atau Pengasuh KHAS Cirebon).
e.
Pondok Pesantren al-Jauhariyyah
Pondok Pesantren ini didirikan langsung oleh KH. Muhammad Rozzaq.
Pesantren ini tergolong pesantren yang paling muda, karena pembangunannya baru
menginjak kurang dari 10 tahun. Tetapi pesantren ini sangat populer juga,
karena Kyai Rozzaq merupakan Kyai Salaf masih saudara dengan KH. Imam Munchasir
M.Sc. Kegiatan belajar mengajar di sana difokuskan pada Tahfidzul al-Quran,
yaitu hafalan al-Qur’an. Kyai Rozzaq di kenal oleh kalangan masyarakat Sokaraja
Lor sebagai Kyai yang Tegas di zaman sekarang. Karena bila salah seorang santri
tidak dapat menghafal, maka akan terkena ta’ziran (hukuman).
D.
Penutup
Islamisasi di Desa Sokaraja Lor
Begitulah keadaan desa saya di desa Sokaraja Lor. Siapapun yang
mendengar nama Sokaraja Lor, pasti orang beranggapan bahwa Sokaraja Lor
merupakan Pusat Ulama-ulama Agung dan menjadi Pusat berdirinya warga Nahdliyin
di bawah naungan Nahdlatul ‘Ulama. Sebagai pusat NU di kecamatan Sokaraja,
Sokaraja Lor sampai sekarang masih menjaga erat ciri tersebut. Dengan pimpinan
ketua Tanfidziyah NU sekarang adalah Gus Irchamni. Beliau adalah menantu dari
Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hidayat (pengasuh pondok pesantren Al-Makmur).
Bahkan desa saya ni merupakan Pusat NU di Banyumas bagian wilayah Timur, bahkan
hingga Purbalingga pusatnya tetap di Sokaraja Lor.
Dengan dibuktikan banyak Kyai Agung yang pernah mendirikan beberapa
Pesantren di desa ini, dan tak pula dari kalangan Keraton Ngayogyakarto dan
Trah Pangeran Diponegoro ikut pula berperan dalam membangun Islamisasi di desa
Sokaraja Lor. Dahulu hingga sampai saat ini masih selalu ada, dan sampai
kapanpun Desa saya pasti akan banyak keturunan yang akan menyamaratakan seperti
leluhur-leluhur mereka semua.
Kegiatan ke-Nu-an banyak dilaksanakan, diantaranya tiap malam
Jum’at Manis diadakan pengajian Akbar “Lailatu Ijtima” yang selalu mengundang
Kyai-kyai agung lainnya. Dan dimeriahkann oleh grup Marawis “Lesbumi” pimpinan
Habib Ahmad Zaki al-Idrus. Habib Zaki merupakan tokoh Habaib yang nilai
sosialnya tinggi serta dermawan. Beliau adalah keturunan dari Almaghfurllah
Habib Hamid dari Hadraulmaut-Makkah. Ayahandanya (Habib Hamid) meninggal di
tanah suci Makkah. Dan anak anak dari Habib zaki sekarang banyak yang mengikuti
jejaknya beliau, diantaranya Habib Faiz sekarang tinggal di Bogor, Habib
Shoddiq pengasuh Ponpes di Kalimantan, dan anak anaknya yang masih kuliah Mas
Rifa di Unsoed dan anak angkatnya beliau Mas Fahmi yang juga kuliah di
Universitas Jendral Soedirman-Purwokerto.
Terimakasih infonya..
BalasHapusmohon untuk diberikan ulasan secara langsung kepada kami tentang sejarah sokaraja lor karena masih banyak kekurangan 😄
HapusTerimakasih untuk jejak sejarah ini... Jazakumullah...
BalasHapussyukron ya ustadz ...
BalasHapusafwan bilamana masih terdapat kekurangan dan kesalahannya 😇
Ralat : Abah ipung/ abah syekh saeful anwar zuhri rosyid / abahe
BalasHapusPendiri ponpes salafiyah Azzuhri Ketileng Semarang
Suwun
saya anaknya mufidah,dan ibuku punya ibu mbah suliyah sementara suliyah anaknya KH.AbdulKholik pendiri pondok pesantren Al Makmur sokaraja Lor
BalasHapusAku bangga dengan para pendiri pondok pesantren di sokaraja lor.mudah-mudahan para anak cucu dan keturunannya bisa meneruskan perjuangan para pendahulu atau sesepuh yang sudah sumare
BalasHapusAlhamdulillah nemu jejak sejarah di sini. terima kasih mas atas ulasan yang cukup lengkap ini. salam kenal silaturrahim.
BalasHapusMbah Kholiq ( Mbarep dari Buyut M. Sirodj-Makam di Banjar Negara ) dan bungsunya dari Buyut M.Sirodj, Mbah Misbah ( Semboja Lima )..
BalasHapusBuyut M. Sirodj punya keturunan yang hidup ada 7 Putera dan Puteri,,dari salah satu puterinya, menurunkan cucu yakni Ibu Mukarommah ( Istri Alm. K.Achwan - Ponpes Al Ukhuwwah )..
Panggilan secara strata keluarga, Bu Ibu Mukaromah ke Ibu Alm. Masrifah ( Istri Alm. KH. M.Hidayat - Ponpes Al Ma'mur ) adalah Uwak / Pak Dhe dan atau Bu Dhe..
Buyut M. Sirodj punya bapak, namanya Buyut Umar, salah satu putera Buyut Abu Syuruj, dimana Buyut Abu Syuruj adalah putera dari Mbah Buyut Imam Rozi ( Keboetoeh - Sokaraja Kulon )..Mbah Buyut Imam Rozi adalah salah satu menantu Pangeran Diponegoro, yang dinikahkan dengan Puterinya Raden Ayu Retno Wulan ( Raden Ayu Tejokusumo )..Adik dari Haryo Pangeran Anom Diponingrat..
BalasHapusHPA ( Haryo Pangeran Anom ) Diponingrat memiliki putera HPA Dipowongso, yang notabene menantu Tumenggung Mertawijaya ( Trah Danurejan ) dan memiliki putera Mbah Buyut M. Ilyas..
BalasHapusMbah Buyut M. Ilyas menikah dengan Mbah Buyut Zaenab, memiliki salah satu putera, yakni Mbah Abdul Malik Kedung Paruk,,dan MBah Buyut M. Ilyas menikah dengan Mbah Buyut Khatijah, memiliki salah satu putera, yakni Mbah Affandi ( Sokaraja Lor ),,Mbah Affandi memiliki putera Mbah Rifai ( Sokaraja Lor ) dan Mbah Affandi memiliki putera Kyai Abdussomad ( Pasulukan Sokaraja Lor )..
BalasHapusNama ayah syekh Abdus Shomad bukan Mbah affandi kang ..
HapusBeliau (syekh Abdusshomad) berasal dari Banten,,beliau mempunyai anak 10 di Banten..dan setelah mempunyai anak di Banten beliau melanjutkan rihlah nya ke Cirebon dan menetap di Jombor . itupun sudah berusia 60 th..
Mbah Buyut Abu Syuruj disamping memiliki putera Mbah Umar yang menurunkan Mbah Buyut M.Sirodj,,juga memiliki putera, Mbah Buyut Nasrowi, yang nantinya mendirikan Ponpes Assuniyah Kebon Kapol, yang diteruskan ke Mbah Imam Munhasir, dan selanjutnya diteruskan ke Mbah Chaeroji, yang memiliki putera-puteri antara lain, KH. Akhmad Mudatsir ( Kebon Kapol - SokarajaLor ), KH. Muntorir ( Kyai Torir-Purbalingga ), H. Muchlisoh, KH. Imam Munhasir ( Al Amanah Sokaraja Lor )..
BalasHapusMbah Buyut Abu Syuruj juga memiliki putera Mbah Buyut Masruri ( Kebumen - Baturaden ) yang memiliki salah satu putera, yaitu KH. Musalim Ridho..
BalasHapusMbah Buyut Abu Syuruj juga memiliki salah satu putera, yakni Mbah Asro, yang memiliki salah satu putera namanya Mbah Akhmad Baidlowi Asro, yang menjadi menantu Mbah KH.Hasyim Asy'ari ( Tebu Ireng ) karean dinikahkan dengan salah satu puteri Mbah Hasyim Asy'ari yang ketiga,,Mbah Buyut Aisyah..dari pernikahan beliau, menurunkan salah satunya KH. A. Hamid Baidlowi ( Lasem Rembang ) yang notabene adik ipar dari KH. Maimun Zubair,
BalasHapusKH. A Hamid Baidlowi memiliki putera dan puteri yang dinikahkan dengan putera dan puteri dari Ponpes Ploso ( Keluarga besar KH. Jazuli ), Ponpes Mranggen Demak, serta Ponpes API Tegal Rejo Magelang..KH. Chudlori..jadi KH. A.Hamid Baidlowi adalah besan-besan dari ponpes-ponpes tersebut..
BalasHapusMbah KH. A. Baidlowi Asro, memiliki putera juga, antara lain Mbah Muhammad Zuhri, yang nantinya memiliki putera KH. Saefuddin Zuhri, Menteri Agama Era Presiden Sukarno,,dan KH. Saefuddin Zuhri memiliki putera Bapak Lukman Hakim Menteri Agama
BalasHapusMbah Muhammad Zuhri, selain memiliki Putera KH. Saefuddin Zuhri, juga memiliki putera yakni Mbah Mudatsir, yang nantinya menurunkan putera yakni Mbah Syaiful Anwar ( Abah Ipung - Ketileng Semarang )..yang artinya Bapak Lukman Hakim itu sepupuan dengan Abah Ipung Semarang..
BalasHapusItulah kenapa..KH. Hasyim Asy'ari secara khusus merekomendasikan di sokaraja untuk didirikan Konsul NU pertama, yang membawahi koordinasi DIY dan Jawa Tengah, sebelum seperti sekarang..
BalasHapusDi keluarga Banten tercatat silsilah beliau (syekh Tubagus abdusshomad) saudara kandung nya dan anak anak nya..terkait beliau hijrah,dan rihlah,dakwah.
BalasHapus